DOCTYPE html PUBLIC "-//W3C//DTD XHTML 1.0 Strict//EN" "http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-strict.dtd"> Didi Tarsidi: Counseling, Blindness and Inclusive Education: Permen Ristek-Dikti 46/2017 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus di Perguruan Tinggi
  • HOME


  • Guestbook -- Buku Tamu



    Anda adalah pengunjung ke

    Silakan isi Buku Tamu Saya. Terima kasih banyak.
  • Lihat Buku Tamu


  • Comment

    Jika anda ingin meninggalkan pesan atau komentar,
    atau ingin mengajukan pertanyaan yang memerlukan respon saya,
    silakan klik
  • Komentar dan Pertanyaan Anda




  • Contents

    Untuk menampilkan daftar lengkap isi blog ini, silakan klik
  • Contents -- Daftar Isi




  • Izin

    Anda boleh mengutip artikel-artikel di blog ini asalkan anda mencantumkan nama penulisnya dan alamat blog ini sebagai sumber referensi.


    28 July 2017

    Permen Ristek-Dikti 46/2017 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus di Perguruan Tinggi


    PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 46 TAHUN 2017
    TENTANG
    PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DI PERGURUAN TINGGI

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang:
    bahwa untuk memperluas kesempatan dan meningkatkan mutu pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus bagi mahasiswa di perguruan tinggi dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus di Perguruan Tinggi;

    Mengingat:
    1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia No.926Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500);
    3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 14);
    4. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 889);
    5. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1952);
    6. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 126 Tahun 2016 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 126 Tahun 2016 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2169);

    MEMUTUSKAN:
    Menetapkan :

    PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DI PERGURUAN TINGGI.

    BAB I
    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

    1. Pendidikan Khusus adalah layanan pendidikan bagi mahasiswa berkebutuhan khusus di perguruan tinggi.

    2. Pendidikan Layanan Khusus adalah pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi bagi mahasiswa yang berasal dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal, serta mahasiswa yang mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

    3. Mahasiswa Berkebutuhan Khusus adalah mahasiswa yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, sensorik, dan/atau yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

    4. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, program profesi, program spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.

    5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan bidang pendidikan tinggi.

    6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan.

    BAB II
    TUJUAN

    Pasal 2

    (1) Penyelenggaraan Pendidikan Khusus bertujuan:
    a. memperluas akses pendidikan bagi Mahasiswa Berkebutuhan Khusus;
    b. meningkatkan mutu layanan pendidikan bagi Mahasiswa Berkebutuhan Khusus; dan
    c. menghargai keberagaman dan kesetaraan bagi Mahasiswa Berkebutuhan Khusus.

    (2) Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus bertujuan memperluas akses dan meningkatkan mutu pendidikan layanan khusus.
    BAB III
    PENDIDIKAN KHUSUS

    Pasal 3

    (1) Pendidikan Khusus diselenggarakan untuk mahasiswa yang memiliki:
    a. tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena keterbatasan fisik, emosional, mental, sosial; dan/atau
    b. potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

    (2) Mahasiswa yang memiliki tingkat kesulitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup:
    a. tunanetra;
    b. tunarungu;
    c. tunadaksa;
    d. tunagrahita;
    e. gangguan komunikasi;
    f. lamban belajar;
    g. kesulitan belajar spesifik;
    h. gangguan spektrum autis; dan
    i. gangguan perhatian dan hiperaktif.

    Pasal 4

    (1) Pendidikan Khusus dilaksanakan dalam bentuk pendidikan inklusi.

    (2) Pendidikan inklusi merupakan pendidikan bagi Mahasiswa Berkebutuhan Khusus yang dilaksanakan bersama dengan mahasiswa lain.

    (3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program tertentu bagi mahasiswa berkebutuhan khusus.

    (4) Penyelenggaraan pendidikan bagi mahasiswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b diatur oleh pemimpin perguruan tinggi.

    Pasal 5

    (1) Perguruan tinggi menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan Mahasiswa Berkebutuhan Khusus.

    (2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) harus memenuhi prinsip kemudahan, keamanan, dan kenyamanan.
    (3) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 6

    (1) Perguruan tinggi harus memberikan kesempatan yang sama kepada calon Mahasiswa Berkebutuhan Khusus untuk mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi.

    (2) Seleksi penerimaan mahasiswa baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (3) Seleksi penerimaan mahasiswa baru sebagaimana dimaksud ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan khusus calon Mahasiswa Berkebutuhan Khusus.

    (4) Selain seleksi penerimaan mahasiswa baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perguruan tinggi dapat menyelenggarakan seleksi khusus penerimaan mahasiswa baru yang diikuti oleh calon Mahasiswa Berkebutuhan Khusus.

    (5) Seleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dalam bentuk afirmasi.

    (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan seleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur oleh pemimpin perguruan tinggi.

    Pasal 7

    Pemimpin perguruan tinggi memfasilitasi:
    a. terbentuknya budaya inklusif di kampus; dan
    b. peningkatan kompetensi dosen dan tenaga kependidikan dalam memberikan layanan kepada Mahasiswa Berkebutuhan Khusus.

    Pasal 8

    (1) Perguruan tinggi memfasilitasi pembelajaran dan penilaian sesuai dengan kebutuhan Mahasiswa Berkebutuhan Khusus tanpa mengurangi mutu hasil pembelajaran.

    (2) Pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk penyesuaian:
    a. materi;
    b. alat/media;
    c. proses pembelajaran; dan/atau
    d. penilaian.

    (3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan berupa:
    a. penyajian naskah soal dalam tulisan braille bagi tunanetra;
    b. pembacaan soal ujian oleh tenaga pendamping bagi tunanetra;
    c. penyediaan tenaga pendamping penerjemah bagi tunarungu terutama untuk ujian lisan;
    d. penyajian soal ujian dalam bentuk elektronik melalui komputer bicara bagi tunanetra;
    e. penyediaan bentuk penilaian alternatif yang setara; atau
    f. penambahan waktu ujian.

    (4) Pedoman mengenai pembelajaran dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) ditetapkan oleh pemimpin perguruan tinggi berdasarkan pertimbangan Senat.

    Pasal 9

    (1) Perguruan tinggi mengalokasikan dana untuk pelaksanaan Pendidikan Khusus.

    (2) Kementerian memfasilitasi penyelenggaraan Pendidikan Khusus di perguruan tinggi.

    (3) Fasilitasi penyelenggaraan Pendidikan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
    a. sarana dan prasarana;
    b. beasiswa;
    c. pengembangan model layanan Mahasiswa Berkebutuhan Khusus; dan/atau
    d. pengembangan kompetensi dosen dan tenaga kependidikan.

    Pasal 10

    (1) Perguruan tinggi dapat membentuk unit layanan berkebutuhan khusus sebagai pusat sumber untuk mendukung penyelenggaraan Pendidikan Khusus.

    (2) Unit layanan berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unit kerja nonstruktural yang berada dan bertanggung jawab pada pemimpin perguruan tinggi.

    (3) Unit layanan berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berfungsi:
    a. meningkatkan kompetensi dosen dan tenaga kependidikan di perguruan tinggi dalam menangani Mahasiswa Berkebutuhan Khusus;
    b. mengoordinasikan setiap unit kerja yang ada di perguruan tinggi dalam pemenuhan kebutuhan khusus Mahasiswa Berkebutuhan Khusus;
    c. mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan penyesuaian yang layak bagi Mahasiswa Berkebutuhan Khusus;
    d. menyediakan layanan konseling kepada Mahasiswa Berkebutuhan Khusus;
    e. melakukan deteksi dan asesmen bagi Mahasiswa Berkebutuhan Khusus;
    f. memberikan sosialisasi pemahaman kebutuhan khusus dan sistem pendidikan inklusi kepada dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa; dan
    g. meningkatkan budaya inklusif di perguruan tinggi.

    Pasal 11

    (1) Perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi kependidikan wajib memasukkan materi, kajian, pokok bahasan, atau mata kuliah pendidikan inklusi dalam kurikulum.

    (2) Ketentuan mengenai materi, kajian, pokok bahasan, atau mata kuliah pendidikan inklusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh pemimpin perguruan tinggi.

    BAB IV
    PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
    Pasal 12

    (1) Perguruan tinggi dapat menetapkan kebijakan khusus penerimaan mahasiswa baru dalam penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus.
    (2) Kebijakan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa program afirmasi.

    Pasal 13

    (1) Pendidikan Layanan Khusus bagi mahasiswa yang berasal dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal dapat dilakukan dalam bentuk:
    a. penyediaan layanan pendampingan;
    b. penyediaan asrama; dan/atau
    c. penyediaan beasiswa;

    (2) Pendidikan Layanan Khusus bagi mahasiswa yang mengalami bencana alam dan bencana sosial dapat dilaksanakan dalam bentuk:
    a. penambahan masa studi sebagai pengganti waktu studi yang hilang;
    b. mahasiswa diikutkan belajar di perguruan tinggi terdekat yang mudah diakses selama atau akibat bencana alam dan bencana sosial.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pendidikan Layanan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (2) diatur oleh pemimpin perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    BAB V
    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 14

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 46 Tahun 2014 tentang Pendidikan Khusus, Pendidikan Layanan Khusus, dan/atau Pembelajaran Layanan Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 787), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 15

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 05 Juli 2017

    MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

    Ttd

    MOHAMAD NASIR

    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 10 Juli 2017

    DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

    Ttd

    WIDODO EKATJAHJANA


    Naskah asli Peraturan ini (dalam format PDF) dapat diunduh dari tautan berikut:
    http://www.peraturan.go.id/search/download/11e771aa6aa490ce938e303933303430.html

    Labels:

    :)

    Anda ingin mencari artikel lain? Silakan isi formulir pencarian di bawah ini. :)
    Google
  • Kembali ke DAFTAR ISI