DOCTYPE html PUBLIC "-//W3C//DTD XHTML 1.0 Strict//EN" "http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-strict.dtd"> Didi Tarsidi: Counseling, Blindness and Inclusive Education: Geldard versus Cavanagh – Reviu dan Perbandingan Buku
  • HOME


  • Guestbook -- Buku Tamu



    Anda adalah pengunjung ke

    Silakan isi Buku Tamu Saya. Terima kasih banyak.
  • Lihat Buku Tamu


  • Comment

    Jika anda ingin meninggalkan pesan atau komentar,
    atau ingin mengajukan pertanyaan yang memerlukan respon saya,
    silakan klik
  • Komentar dan Pertanyaan Anda




  • Contents

    Untuk menampilkan daftar lengkap isi blog ini, silakan klik
  • Contents -- Daftar Isi




  • Izin

    Anda boleh mengutip artikel-artikel di blog ini asalkan anda mencantumkan nama penulisnya dan alamat blog ini sebagai sumber referensi.


    26 March 2009

    Geldard versus Cavanagh – Reviu dan Perbandingan Buku

    Oleh Didi Tarsidi
    Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

    I. Geldard, David and Geldard, Kathryn (2001). Basic Personal Counselling. (Fourth edition). Australia: Prentice Hall.

    Buku ini mendeskripsikan gaya konseling dengan pendekatan eklektik, yaitu pendekatan yang memanfaatkan gagasan-gagasan dari sejumlah teori konseling termasuk psychodynamic, Gestalt, rational emotive therapy, neuro-linguistic programming, solution-focused therapy dan narrative therapy. Akan tetapi, pendekatan eklektik yang dipergunakan oleh David dan Kathryn Geldard dipusatkan pada ajaran Rogers tentang pentingnya membangun hubungan dengan klien Dan memfasilitasi klien untuk berbicara secara bebas. “… the counselling style described in this book is eclectic, that is, it draws ideas from all the counselling methods described in this chapter. Our eclectic approach relies on Rogerian ideas for relationship building and enabling the client to talk freely. It recognises the importance of understanding the psychodynamic approach …. Additionally it draws on Gestalt therapy philosophy and techniques, and uses ideas from rational emotive therapy, neuro-linguistic programming, solution-focused therapy and narrative therapy.” (halaman 109).
    Geldard berkeyakinan bahwa semua konselor, terutama konselor baru, sebaiknya pada awalnya mendasarkan prakteknya pada konsep-konsep Rogers, terutama konsep tentang hubungan konseling. “Many of Rogers' ideas are still relevant today and in particular his concept of the counselling relationship is both powerful and useful, particularly for new counsellors. If you initially adopt a Rogerian counselling, you can later learn skills from other counselling approaches and integrate these into the Rogerian base so that you have a style that suits you personally.” (halaman 12).


    Buku ini terdiri dari 9 bagian dengan 38 bab, dengan rangkuman bahasan sebagai berikut.

    Part
    Chapter
    Summary

    I. Counselling – An Overview

    1. What Is Counselling?
    Satu fitur sentral dari konseling adalah hubungan klien-konselor. Tujuan proses konseling meliputi: bekerjasama dengan klien untuk membantu klien memahami masalah yang dihadapinya dan menemukan solusinya sendiri, membantu klien untuk mengubah caranya berpikir dan/atau berperilaku, memberdayakan klien untuk menjadi mandiri, dan membantu klien untuk merasa lebih baik.

    2. The Counselling Relationship
    Keefektifan konseling sangat tergantung pada kualitas hubungan antara klien dan konselor. Kualitas yang penting pada diri konselor adalah congruence, empathy, unconditional positive regard, dan menghargai kompetensi klien.

    II. Basic Principles and Skills

    3. Learning the Necessary Skills
    Untuk menjadi seorang konselor, orang harus memperoleh pelatihan praktis dan pengetahuan teori konseling. Ini mencakup unsur-unsur perilaku spesifik konselor yang disebut micro-skills.

    4. Joining and Listening
    Menyimak merupakan proses yang berkesinambungan, yang dilakukan dengan mendengarkan klien secara seksama, dengan sesekali memberikan respon minimal yang berupa perkataan singkat untuk mempersilakan klien melanjutkan penuturannya, perilaku non-verbal, ucapan-ucapan kecil atau berdiam diri untuk menciptakan hubungan empatik.

    5. Reflection of Content (Paraphrasing)
    Refleksi isi atau parafrase dimaksudkan untuk menunjukkan kepada klien bahwa konselor benar-benar mendengarkan dan memahami apa yang dikemukakan oleh klien. Konselor memilih rincian terpenting dari apa yang telah diucapkan oleh klien dan mengungkapkannya kembali secara lebih jelas dengan kata-kata konselor sendiri.

    6. Reflection of Feelings
    Terdapat persamaan dan perbedaan antara parafrase dan refleksi perasaan. Persamaanya adalah bahwa keduanya memantulkan kembali informasi dari klien. Akan tetapi, refleksi perasaan terkait dengan aspek emosi, sedangkan paraphrase pada umumnya terkait dengan informasi dan pikiran yang membentuk isi ucapan klien.

    7. Reflection of Content and Feeling
    Refleksi perasaan dan isi dapat digabungkan ke dalam satu pernyataan, meskipun kadang-kadang lebih efektif jika merefleksikan hanya perasaan saja atau isi saja. Konselor yang efektif berusaha melihat dunia sebagaimana yang terlihat oleh kliennya.

    8. Use of Questions
    Pertanyaan dapat tertutup ataupun terbuka. Pertanyaan tertutup mengarah pada jawaban tertentu, membatasi respon klien pada topic tertentu, membantu klien agar lebih spesifik, bermanfaat untuk menggali informasi tertentu.
    Pertanyaan terbuka mendorong klien untuk berbagi informasi baru, berbicara secara bebas dan terbuka, mengungkapkan hal-hal yang amat penting.
    Konselor tidak dibenarkan bertanya sekedar untuk memenuhi rasa ingin tahunya sendiri. Terlalu banyak bertanya dapat berbahaya: konseling dapat menjadi lebih seperti interogasi; konselor dapat membelokkan klien dari persoalan yang sebenarnya; klien dapat berhenti mengeksplorasi dunianya sendiri dan tidak berbicara kalau tidak ditanya.

    9. Summarising
    Merangkum dimaksudkan untuk menunjukkan hal-hal terpenting yang telah diungkapkan oleh klien, meramunya menjadi satu kesatuan, dan menyajikannya kepada klien secara jelas dan tepat.

    10. Creating Comfortable Closure
    Untuk dapat mengakhiri sesi konseling dengan nyaman, konselor harus:
    • Memberi tahu klien bahwa konselorlah yang menentukan lamanya sesi konseling.
    • Mengingatkan kepada klien bila sesi konseling sudah mendekati akhir.
    • Merundingkan kontrak dengan klien mengenai sesi-sesi selanjutnya.
    • Mengakhiri setiap sesi dengan menyajikan rangkuman, menggariskan tujuan-tujuan masa depan jika dipandang tepat, dan memberi umpan balik positif jika memungkinkan.
    • Menentukan waktu berakhirnya satu sesi.
    • Dalam satu seri sesi konseling yang sedang berlangsung, reviu kemajuannya dan waspada terhadap ketergantungan klien.
    • Mengatasi ketergantungan dengan mendiskusikannya secara terbuka.
    • Jika perlu, mengatasi kesedihan yang mungkin muncul sehubungan dengan berakhirnya sesi konseling.
    • Pada sat mengakhiri sesi konseling, jangan mengajukan pertanyaan atau melakukan refleksi isi ataupun perasaan.

    III. Promoting Change

    11. Various Approaches to Counselling
    • Teori psychodynamic dari Freud mendorong klien berbicara bebas sementara konselor mendengarkan secara tidak memihak. Freud memberi tekanan besar pada pengalaman masa lalu dan pada masa kanak-kanak. Konselor menempatkan dirinya sebagai pakar yang menafsirkan cerita klien itu baginya agar klien dapat memahami dirinya dan melakukan perubahan.
    • Konselor existentialist humanistic seperti Rogers dan Perls berkeyakinan bahwa klien memiliki potensi untuk memecahkan permasalahanya sendiri. Konselor adalah fasilitator untuk perubahan, dank lien adalah pakar untuk dirinya sendiri.
    • Rogers, dalam client-centred counselling, menempatkan tekanan pada hubungan klien-konselor dan memantulkan kembali kepada klien apa yang telah diucapkannya.
    • Tujuan Perls dalam Gestalt therapy adalah meningkatkan kesadaran klien dengan membantunya mengintegrasikan informasi perasaan badaniah, pikiran dan emosinya. Dia menekankan pentingnya klien memikul tanggung jawab pribadi dengan menggunakan pernyataan-pernyataan “saya” dan berada “di sini pada saat ini”.
    • Bandler dan Grinder dalam neuro-linguistic programming menekankan pentingnya seorang konselor mencocokkan cara klien mengalami dunianya dengan menggunakan indera-indera tertentu. Mereka juga memperkenalkan konsep reframing.
    • Konseling cognitive behavioural meyakini bahwa pikiran dan perilaku kita mengendalikan emosi kita. Konsekuensinya, konselor berfokus pada upaya mengubah pikiran dan perilaku klien guna membantu klien untuk merasa lebih baik dan berperilaku lebih adaptif.
    • Albert Eilis adalah pencetus teori rational emotive behaviour therapy. Dia meyakini bahwa orang mengalami tekanan emosi karena keyakinannya yang tidak rasional dan bahwa konselor harus berusaha menggantikan keyakinan yang irrasional itu dengan yang rasional.
    • Narrative therapy memberi tekanan pada upaya memisahkan masalah dari orangnya. Teori ini mendorong orang untuk merekonstruksi kisahnya agar masalahnya itu tidak mendominasi kehidupannya.
    • Solution-focused therapy adalah terapi singkat yang difokuskan pada kekuatan, sumber daya dan kompetensi yang ada pada diri klien, bukan pada masalah, kekurangan dan keterbatasannya.

    12. Helping People Change
    • Klien pada umumnya akan merasa lebih baik jika mereka dapat berbicara bebas untuk mengekspresikan emosinya.
    • Agar perubahan itu bertahan lama, ekspresi emosi harus disertai perubahan pikiran dan perilaku.
    • Secara alami, manusia memiliki informasi tentang dirinya sendiri. Sebagian dari informasi tersebut tersembunyi dari orang lain dan sebagian lainya tersembunyi dari dirinya sendiri.
    • Jika klien dapat menerima bagian dirinya yang tersembunyi itu, maka dia akan lebih mampu mengatasi bagian tersebut, dan konsekuensinya dia akan dapat menjalani hidup secara lebih adaptif dan lebih memuaskan.
    • Proses konseling dapat mengembangkan wawasan, meningkatkan kesadaran diri, atau membantu klien menemukan kemungkinan-kemungkinan masa depan (tergantung pada model konseling yang dipergunakan), menghasilkan pertumbuhan pribadi dan memungkinkan klien untuk berubah dan merasa lebih baik.

    13. Combining Skills to Facilitate the Change Process
    • Ekspektasi, agenda, dan perasaan pribadi klien dan konselor akan mempengaruhi keefektifan intervensi konseling.
    • Kesan pertama klien itu penting.
    • Membangun hubungan khusus dibutuhkan dalam sesi pertama.
    • Konselor tidak boleh berpretensi memiliki tongkat ajaib.
    • Pada awalnya klien sering ingin berbicara tentang hal-hal yang berada di luar dirinya dan tentang kejadian-kejadian di masa lalu.
    • Bila klien sudah siap, konselor harus mendorong mereka mengalihkan fokusnya pada pikiran dan perasaannya saat ini.
    • Bila sudah dipandang tepat, beralihlah dari aktif mendengarkan ke identifikasi dan klarifikasi masalah, memfasilitasi perubahan sikape, mengeksplorasi berbagai opsi, mengambil tindakan, dan terminasi.

    IV. Additional Skills for Promoting Change

    14. Matching the Client’s Language
    • Tiga cara terpenting mengalami dunia adalah dengan melihat, merasakan dan mendengar.
    • Seorang individu mungkin menggunakan satu dari ketiga cara tersebut secara lebih dominant.
    • Menyesuaikan diri dengan cara yang paling dominant bagi klien dan menyesuaikan metafora yang dipergunakan dapat membantu dalam proses penciptaan hubungan antara klien dan konselor.

    - 15. Reframing
    - Reframing dimaksudkan untuk memperluas gambaran klien tentang dunianya untuk memungkinkannya mempersepsi situasinya secara berbeda dan dengan cara yang lebih konstruktif.
    - Reframing perlu dilakukan secara sensitive dan berhati-hati.
    - Reframing harus dilakukan sedemikian rupa sehingga klien dapat merasa nyaman dalam menentukan pilihan untuk menerimanya ataupun menolaknya.

    - 16. Confrontation
    - Konfrontasi dimaksudkan untuk mengarahkan kesadaran klien terhadap informasi yang mungkin tidak dapat diterimanya atau diabaikanya atau tidak terperhatikan olehnya, dan perlu dipertimbangkan oleh klien kalau konseling ingin bermanfaat.
    - Konfrontasi yang baik sering berupa pembuatan rangkuman diikuti dengan ungkapan perasaan konselor dan pernyataan konkret yang dikemukakan tanpa interpretasi.
    - Dengan konfrontasi yang baik, klien tetap merasa nyaman dan tidak merasa diserang.

    - 17. Challenging Self-destructive Beliefs
    - Keyakinan yang self-destructive mencakup segala keharusan yang irrasional.
    - Sebagian besar keyakinan self-destructive berasal dari pesan-pesan yang diserap pada masa kanak-kanak.
    - Keyakinan self-destructive perlu ditantang agar dapat digantikan dengan keyakinan yang konstruktif.

    - 18. Normalising
    - Normalisasi dilakukan dengan memberi tahu klien bahwa perasan emosinya merupakan respon yang normal gterhadap krisis yang dihadapinya; atau menjelaskan kepada klien bahwa dia sedang mengalami krisis perkembangan yang normal dan tak dapat dihindari.
    - Normalisasi perlu dilakukan secara tepat dengan mempertimbangkan kemungkinan klien perlu dirujuk lebih lanjut jika dia menghadapi resiko psikologis.
    - Normalisasi yang tepat tidak mengecilkan arti masalah klien ataupun meremehkan kepedihannya.
    - Normalisasi yang tepat dapat membantu klien untuk merasa lebih baik dan merespon situasi yang dihadapinya secara lebih konstruktif.

    - 19. Exploring Polarities
    - Manusia memiliki polaritas atau keberlawanan dalam kepribadiannya.
    - Pada umumnya kita akan menampilkan polaritas yang lebih akseptabel, tetapi kadang-kadang polaritas yang sebaliknya justru yang muncul.
    - Jika kita dapat menerima bagian tersembunyi dari diri kita, maka kita akan lebih mampu mengatasinya dan memperkuat lawannya jika kita menghendakinya.
    - Metode experiential role-play dapat dipergunakan untuk memungkinkan klien menerima dan mengintegrasikan polaritas sehingga mereka merasa lebih baik.

    - 20. Using the “Here and Now” Experience
    - Berbicara tentang masa lalu dan masa yang akan datang dan tentang orang lain itu tidak konstruktif kecuali jika klien juga memfokuskan perhatiannya pada pengalamanya “di sini dan pada saat ini”.
    - Tinggal di “sini dan pada saat ini”, dan memfokuskan perhatian pada pengalaman, perasaan emosi dan pikiran saat ini, memiliki khasiat terapi.

    - 21. Exploring Options
    - Akan lebih baik jika konselor meminta kliennya untuk mengemukakan opsi-opsinya sendiri sebelum menyarankan opsi tambahan.
    - Opsi baru mungkin dapat disarankan jika alternatif penting ternyata terlupakan (kalau-kalau ada “win-win options”).
    - Semua opsi perlu dirangkum dengan jelas sebelum dibahas satu demi satu.
    - Mungkin baik untuk mulai dengan membahas opsi yang paling tidak ideal.
    - Klien sebaiknya menelaah aspek positif dan negatif setiap opsi, mempertimbangkan kemungkinan konsekuensinya secara berhati-hati.
    - Dalam menentukan suatu pilihan selalu ada kerugian atau resiko yang harus ditanggung, dan sering kali menerima kerugian yang tak dapat dihindari itu merupakan bagian tersulit dari pembuatan keputusan.
    - Sering kali keputusan yang harus dibuat itu bukan memilih antara hitam dan putih, melainkan antara berbagai rona abu-abu.

    - 22. Facilitating Action
    - Langsung mendesakkan suatu pilihan atau tindakan cenderung akan gagal dan meningkatkan tekanan emosi.
    - Untuk memaksimalkan kemungkinan pilihan atau tindakan, tingkatkan standar pilihan atau tindakan.
    - Dilema besar seorang klien terkait dengan pilihan antara “berbuat seperti sekarang” atau “melakukan sesuatu yang berbeda”.
    - Berbuat seperti sekarang melibatkan kepedihan yang sudah dikenal.
    - Melakukan sesuatu yang berbeda melibatkan kepedihan dan akibat yang belum diketahui. Ini penuh resiko!
    - Rencana aksi berguna bagi klien tertentu.
    - Rencana aksi mencakup persiapan untuk aksi, menetapkan tujuan tertentu, dan memperoleh imbalan untuk pengambilan langkah pertama.

    • V. Post-modern Approaches

    23. Solution-focused Counselling
    • Konseling dengan pendekatan solution-focused menekankan: kemitraan yang saling menghormati antara klien dan konselor; kekuatan dan sumber daya yang ada pada klien; pandangan yang optimistic tentang masa depan.
    • Konseling solution-focused menekankan pentingnya proses percakapan yang secara sengaja memanfaatkan bahasa.
    • Tugas konselor adalah menjaga alur percakapan, mengidentifikasi tujuan klien dan mengidentifikasi kekecualian terhadap kesulitan saat ini, bukannya memfokuskan perhatian pada problem.
    • Tujuan yang terumuskan dengan baik adalah: konkret dan berorientasi aksi; dapat tercapai oleh klien, merupakan pilihan klien dan dalam bahasa klien; tujuan yang memanfaatkan sumber daya klien.

    24. Narrative Therapy
    • Narrative therapy mempunyai bahasanya sendiri.
    • Narrative therapist membantu klien untuk mendekonstruksi cerita yang problematic dan tidak bermanfaat dan kemudian merekonstruksi cerita yang lebih bermanfaat tentang dirinya dan kehidupannya.
    • Narrative therapist mendengarkan dan memahami cerita klien saat ini, mendekonstruksi cerita masalah, menggunakan teknik penceritaan kembali untuk mengekalkan perubahan.
    • Dalam membantu klien menciptakan cerita alternatif, konselor mencari hasil yang unik – ini adalah saat ketika klien tidak dipengaruhi oleh cerita masalah.
    • Narrative therapist menggunakan proses eksternalisasi untuk memisahkan masalah dari orangnya.
    • Perubahan dikekalkan dengan melibatkan saksi untuk cerita yang lebih disukai.

    VI. Dealing with Particular Problems

    25. Counselling the Angry Client
    Mengatasi Klien yang Marah:
    • Merujuk klien yang berpotensi melakukan kekerasan kepada profesional yang berpengalaman.
    • Mendorong klien untuk mengarahkan kemarahannya kepada target khayal yang sesuai di kursi kosong.
    • Mendorong klien untuk mencurahkan kemarahanya secara verbal.
    • Mengajarkan relaksasi.
    • Mengajari klien cara menggantikan keyakinan irrasional dengan positive self-talk, cara berbuat asertif, mendengarkan orang lain, dan cara mencari solusi.

    - 26. Counselling the Depressed Client
    - Orang yang normal pun mengalami depresi.
    - Kadang-kadang depresi diakibatkan oleh “blocked anger”.
    - Depresi perlu ditangani oleh spesialis bila sangat mendalam atau berkepanjangan.
    - Untuk banyak klien yang mengalami depresi, direkomendasikan proses konseling biasa.
    - Untuk klien yang mengalami depresi kronis: refleksi perasaan yang terus-menerus dapat kontra-produktif; tetapkan tujuan sesi konseling dan kendalikan proses konseling; lakukan konfrontasi; dorong klien melakukan kegiatan; dan sesi konseling sebaiknya berlangsung singkat.

    - 27. Grief and Loss Counselling
    - Orang berduka cita karena hilang harapan, hubungan yang terputus, hilangnya fungsi badaniah, kehilangan pekerjaan dan bermacam-macam kehilangan lainnya.
    - Tahapan duka cita yang normal mencakup perasaan shok, penolakan, gejala-gejala psikologis dan somatic, depresi, perasaan bersalah, marah, idealisasi, penerimaan realisme, penyesuaian diri, pertumbuhan pribadi.
    - Biasanya merupakan kesalahan bila mencoba menenangkan atau membujuk orang yang tengah berduka. Mendorong ekspresi emosi bebas itu lebih terapeutik.

    - 28. Counselling the Suicidal Client
    - Orang yang berulang-ulang mencoba bunuh diri sering berhasil mengakhiri hidupnya sendiri.
    - Orang yang berkeinginan bunuh diri adalah mereka yang terkungkung dalam kesengsaraan, mereka yang baru mengalami trauma, dan mereka yang berkeinginan memanipulasi orang lain.
    - Bila melakukan konseling terhadap klien yang mau bunuh diri, penting bagi anda untuk mengatasi perasaan anda sendiri sebagai seorang konselor dan mampu menantang keyakinan irrasional yang mungkin anda miliki.
    - Fokuskanlah perhatian anda pada hubungan konseling dengan menggunakan micro-skill yang normal: Temukan apa yang telah memicu keinginan bunuh diri itu; munculkan kemarahan klien ke permukaan;; telusuri ambivalensi yang mungkin dimiliki klien; eksplorasi opsi-opsi yang mungkin dimiliki klien terutama yang menyangkut penyebab dia ingin mati; gunakanlah pendekatan konfrontasi langsung jika dipandang akan efektif; tentukanlah tindakan langsung apa yang diperlukan untuk mencegah tindakan bunuh diri; rujuklah ke professional spesialis masalah bunuh diri untuk mendapat bantuan selanjutnya.

    - 29. Teaching the Client to Relax
    - Gunakanlah nada suara yang lembut, lambat dan monoton bila mengajarkan relaksasi.
    - Untuk orang tertentu, latihan relaksasi dapat menegangkan.
    - Pastikan klien memahami bahwa latihan ini dapat dihentikan bilamana mereka menghendakinya.
    - Perhatikan posisi tubuh klien untuk memastikan bahwa instruksi anda dipatuhi secara tepat.
    - Peringatkan klien anda tentang bahayanya terlalu relax bila perhatian diperlukan.

    - VII. Telephone Counselling and Crisis Intervention

    - 30. Telephone Counselling
    - Dalam hal tertentu, konseling melalui telepon lebih sulit daripada konseling tatap muka karena konselor hanya memiliki sedikit saja informasi visual.
    - Konselor telepon perlu mempersiapkan diri secara pribadi sebelum menerima telepon.
    - Keterampilan dalam membangun hubungan itu penting jika konselor tidak ingin klien memutuskan hubungan telepon.
    - Klien memutuskan telepon itu tidak dapat dihindari dan belum berarti itu buruk.
    - Semua keterampilan mikro penting di sini. Akan tetapi, respon minimal sangat penting demi menjaga agar penelepon tetap merasa diperhatikan.
    - Konselor telepon perlu memperhatikan proses setiap panggilan telepon dan jika perlu dapat mempengaruhi proses itu dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran klien.
    - Masing-masing panggilan dapat dipandang sebagai satu langkah maju bagi klien.
    - Pemanggil perlu diberdayakan untuk dapat membuat keputusan sendiri.
    - Membuat catatan dan menggunakan imaginasi dapat membantu agar situasi klien menjadi terfokus.
    - Konselor telepon perlu menetapkan batasan yang jelas tentang hubungannya dengan klien.
    - Sesudah menerima panggilan telepon yang berat, konselor perlu berbicara dengan sejawatnya untuk melepaskan beban emosi yang ditimbulkannya.

    - 31. Crisis Intervention
    - Krisis dapat membahayakan dan juga memicu kesempatan untuk perubahan.
    - Krisis dapat terjadi secara alami, karena kecelakaan, medis, akibat perkembangan, akibat masalah emosional dan hubungan, dll.
    - Dalam intervensi krisis, konselor harus mampu mengatasi panik, tenang, menggunakan semua keterampilan konseling dan and kadang-kadang memberikan arahan tertentu kepada klien.
    - Konselor harus mengetahui batas-batas kemampuannya untuk melakukan intervensi praktis, dan perlu mengkomunikasikan keterbatasannya itu kepada klien.
    - Konselor harus siap menghadapi krisis dan memiliki akses ke informasi tentang sumber-sumber daya yang tersedia untuk memperoleh bantuan praktis.
    - Ada kalanya konselor boleh mengintervensi atas nama klien, dan ada kalanya tidak.
    - Tindakan yang tepat diperlukan untuk mengatasi post-traumatic stress pada diri klien maupun konselor sendiri.

    - VIII. Practical Issues

    - 32. The Counselling Environment
    - Ruangan konseling sebaiknya bersahabat bagi klien.
    - Demi mendukung terjalinnya hubungan empatik, kursi konselor dan klien sebaiknya serupa dan tidak ada pembatas.
    - Sebaiknya tidak menghadap ke jendela.
    - Kursi konselor dan klien sebaiknya tidak terlalu rapat agar tidak mengganggu jarak pribadi.
    - Ruangan konseling sebaiknya kedap suara, dan dilengkapi dengan papan tulis dan kertas tisu.
    - Sebaiknya sesi konseling tidak diinterupsi.

    - 33. Keeping Records of Counselling Sessions
    - Sebaiknya penulisan laporan dilakukan segera setelah satu sesi konseling berakhir.
    - Laporan seyogyanya mencakup catatan tentang: tanggal; informasi factual dan rincian tentang masalah klien; catatan tentang proses dan hasil sesi konseling; catatan tentang intervensi yang dipergunakan, tujuan yang ditetapkan, kontrak yang disepakati dan hal-hal yang perlu dipertimbangkan kemudian; dan catatan tentang perasaan konselor sendiri.

    IX. Professional Issues

    - 34. Cultural Issues
    - Faktor terpenting yang menentukan keberhasilan konseling terhadap klien dari budaya lain adalah kemampuan konselor untuk bergabung dengan klien sehingga terbina hubungan kerja yang baik dan saling percaya.
    - Konselor perlu menyadari warisan ras dan budayanya sendiri dan memahami pengaruh warisan tersebut terhadap sikapnya, keyakinan, nilai-nilai, purbasangka dan biasnya.
    - Respon emosional klien, pikirannya, keyakinan, sikap, bias, hubungan dan perilakunya akan dipengaruhi oleh sejumlah factor termasuk masalah individual dan hubungannya dengan orang lain, cara pembuatan keputusan, siapa yang dipandangnya sebagai pembantu alami, sikapnya dalam keluarga besarnya, gender dan peranan gender, persepsi tentang waktu, penggunaan bahasa, spiritualitas, masalah emosi atau fisik, dan pengalaman trauma.

    - 35. Influence of the Counsellor’s Values and Beliefs
    - Konselor perlu mengetahui keyakinan dan nilai-nilai yang dianutnya agar tidak terganggu perhatiannya pada saat sedang melakukan konseling dengan mencoba memikirkannya dan agar dia dapat menghargai system nilai kliennya.
    - Konselor tidak berhak memaksakan nilai-nilainya sendiri kepada klien.
    - Jika konflik nilai mengganggu pekerjaan anda, berkonsultasilah dengan atasan anda.

    - 36. Confidentiality and Other Ethical Issues
    - Agar konseling sangat efektif, dituntut adanya tingkat kerahasiaan yang tinggi.
    - Kerahasiaan dibatasi oleh perlunya membuat catatan, supervisi professional, undang-undang, perlindungan diri orang lain, partisipasi dalam seminar pelatihan dan kerjasama dengan professional lain.
    - Etika profesi terkait dengan hal-hal seperti penghargaan terhadap klien; pembatasan hubungan dengan klien; tanggung jawab kepada klien, lembaga dan masyarakat; kompetensi; rujukan ke professional lain; terminasi konseling; aturan perundang-undangan; dan promosi diri.

    - 37. The Need for Supervision
    - Tidak etis bagi seorang konselor baru untuk menangani klien tanpa supervisi yang memadai.
    - Permasalahan konselor yang belum terpecahkan akan sangat mempengaruhi proses konseling.
    - Metode supervisi yang umum mencakup observasi langsung, observasi menggunakan CCTV, rekaman audio atau video beserta analisisnya, dan penggunaan laporan verbatim.

    - 38. Looking after Yourself
    - Semua konselor perlu supervisi berkala karena: konseling dapat menguras emosi konselor; dan konselor memerlukan cara untuk memecahkan permasalahannya sendiri, dan tanpa supervisi mereka mungkin akan mengalami burnout.
    - Burnout mencakup gejala-gejala berikut: perasaan kecewa, merasa terkuras emosi maupun fisik, gejala-gejala somatic, dan sikap negatif kepada klien.
    - Burnout muncul dalam siklus tertentu, dan dengan kesadaran diri dan supervisi yang tepat, etos kerja dapat pulih kembali.
    - Metode untuk mengatasi burnout mencakup: mengenali gejalanya dan berbicara dengan orang lain tentang gejala tersebut; mengubah jadwal atau beban kerja; beristirahat; menggunakan relaksasi, meditasi atau positive self-talk; menurunkan tingkat ekspektasi; mengurangi tingkat keseriusan dan memiliki rasa humor; menggunakan teknik berhenti berpikir dan menggunakan keyakinan agama untuk memperoleh dukungan.


    II. Cavanagh, Michael E. (1982). The Counseling Experience. Monterey: Brooks/Cole Publishing Company.

    Buku ini meliput tiga dimensi dalam konseling yaitu: (1) dinamika perilaku dasar yang sangat relevan dengan konseling; (2) sejumlah teori dasar konseling; dan (3) pendekatan yang mempraktekkan kombinasi kedua dimensi tersebut. Secara lebih spesifik, buku ini menyajikan 14 isu yang merupakan bagian yang integral dari konseling, yaitu:
    1. Hakikat konseling
    2. Konseling sebagai pengalaman baru
    3. Orang sebagai konseli
    4. Orang sebagai konselor
    5. Tahapan-tahapan konseling
    6. Kognisi dalam konseling
    7. Emosi dalam konseling
    8. Komunikasi dalam konseling
    9. Menghindari realita dalam konseling
    10. Resistensi dalam konseling
    11. Permasalahan yang dihadapi konselor
    12. Perilaku abnormal dalam konseling
    13. Intervensi krisis
    14. Pertimbangan-pertimbangan etika.

    Buku ini unik karena beberapa hal. Pertama, buku ini tidak hanya menyajikan prinsip-prinsip konseling yang efektif, tetapi juga membahas secara mendalam mengapa prinsip-prinsip itu penting, apa pengaruhnya terhadap hubungan konseling, dan apa dampaknya terhadap konselor maupun konseli apabila prinsip-prinsip itu tidak diterapkan. Misalnya, dalam buku ini dikemukakan bahwa kehangatan merupakan kualitas yang perlu ada pada diri seorang konselor. Buku ini memaparkan mengapa kehangatan itu penting, apa pengaruh kehangatan terhadap hubungan konseling, dan apa yang terjadi apabila konselor tidak memiliki kehangatan. “Warmth means being kind, caring, and compassionate. …. Warmth is important in counseling because it melts defenses. ….
    Warmth also invites sharing on an emotional level. …. Warmth creates a nurturing environment in which insights, feelings, and hope unfold and can become part of the person's life outside of counseling. This is possible because warmth appeals directly to the heart, and till the heart is involved, no changes of any substance will occur. ….
    When people receive warmth, it eventually allows them to be warm toward themselves.” (halaman 84).

    Kedua, penyajian buku ini realistic. Buku ini membahas secara rinci potensi positif konseling maupun potensi negatifnya. Buku ini memperlakukan konselor sebagai manusia biasa yang memiliki keterbatasan dan kelemahan yang perlu diakui jika konselor ingin berkembang terus menjadi petugas bantuan yang efektif. “Each quality discussed in this chapter is a necessary part of a helpful person and an effective counselor. Like vital signs in medicine, it is not good enough that most of the qualities are present. The absence or negligible presence of even one of the qualities could significantly interfere with the progress of counseling and could even cause counseling to be a damaging experience.” (halaman 102).

    Ketiga, buku ini berfokus pada prinsip-prinsip konseling yang efektif tetapi juga merinci dinamika perilaku konseli maupun dinamika konselor.
    The counselor's personality is the fulcrum on which are balanced knowledge of behavior dynamics and therapeutic skills. To the degree that the fulcrum is strong, knowledge and skills will work in a balanced way to effect positive behavioral change in counseling. To the extent that the fulcrum is weak - that is, the counselor's personality is not a helpful one - the counselor's knowledge and skills will not be effectively used or will be used in a damaging way. (halaman 71).

    Keempat, topic-topik dalam buku ini disusun berdasarkan tingkat kompleksitasnya: dari yang sederhana ke yang lebih kompleks. Cavanagh mengemukakan bahwa kedalaman buku ini dapat disesuaikahn dengan wawasan dan pengalaman pembacanya. Buku ini cukup sederhana untuk dipahami oleh pemula tetapi juga cukup menantang bagi konselor profesional.

    Kelima, buku ini praktis dan mengacu pada fenomena kehidupan yang realistic (meskipun pada umumnya menggunakan setting budaya Barat), bukan sekedar kumpulan teori dan prinsip yang abstrak. Cavanagh mengemukakan bahwa buku ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa menghadapi tantangan sehari-hari, kebingungan, permasalahan, keberhasilan, dan kegagalan yang timbul bila manusia mencoba untuk saling membantu.

    Keenam, dasar teoretik buku ini eklektik. Buku ini tidak mengikuti satu aliran teori tertentu, tetapi juga bukan sekedar kumpulan serpihan-serpihan berbagai macam teori. Cavanagh mengemukakan bahwa konsistensi teoretik buku ini dibimbing oleh fragmatisme yang bijaksana dan etis. Dengan kata lain, buku ini didasarkan atas prinsip bahwa konselor seyogyanya menggunakan apa yang dipraktekkan dan membuang apa yang tidak dapat dipraktekan, tidak berpegang teguh pada satu model teori tertentu.


    III. Perbandingan Buku Cavanagh dan Geldard

    No.
    Item Perbandingan
    Cavanagh
    Geldard

    1
    Definisi Konseling
    “Counseling denotes a relationship between a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways.” (Halaman 3).
    Definisi ini mengandung 7 unsur kunci. Jika salah satu dari ketujuh unsure tersebut absent, maka konseling tidak akan dapat berlangsung betapa pun baiknya niat seorang konselor.
    Ketujuh unsure itu adalah:
    1) Konselor adalah professional yang terlatih.
    2) Konselor mengadakan hubungan dengan orang yang dibantu.
    3) Konselor profesional perlu memiliki keterampilan konseling dan kepribadian yang mendukung.
    4) Konselor membantu orang belajar.
    5) Konseli belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain.
    6) Konseli belajar berhubungan dengan cara yang menghasilkan pertumbuhan.
    Konseling mengandung arti hubungan antara konselor dan orang yang meminta bantuan. Geldard tidak merumuskan definisi konseling secara eksplisit, tetapi penjelasannya tentang pengertian konseling tersebar pada bab 1 dan 2. Pada esensinya, Geldard mengacu pada konseling sebagai hubungan untuk memberikan bantuan yang ditandai oleh tiga karakteristik konselor yaitu congruence, empathy, unconditional positive regard, dan menghargai kompetensi klien.
    “Counselling involves a special type of relationship between the counsellor and the person seeking help.” (Halaman 4).
    “Important qualities in a counsellor are congruence, empathy, unconditional positive regard, and respect for the client's competence.” (Halaman 18).

    2
    Pendekatan Konseling
    Cavanagh menggunakan pendekatan eklektik dengan memanfaatkan aspek-aspek yang fragmatik dari berbagai teori tanpa menonjolkan satu teori konseling tertentu.
    “The book's theoretical underpinning is healthily eclectic It does not follow one theoretical school, but it is not a hodgepod, or bits and pieces of theory thrown together as mortar to support the author's ideas. The theoretical consistency underlying the text is guided by a prudent and ethical pragmatism. In other words, the book holds that counselors should use what works and discard what does not work rather than adhere to a particular theoretical model, despite the fact that the person in counseling cannot be bent to fit it.”
    Geldard menggunakan pendekatan eklektik dengan lebih menonjolkan pendekatan Rogerian dalam membina hubungan antara konselor dan konseli. “Our eclectic approach relies on Rogerian ideas for relationship building and enabling the client to talk freely.”

    3
    Fokus Kajian
    Cavanagh memfokuskan kajianya pada sejumlah isu yang merupakan bagian integral dari konseling. Geldard memfokuskan kajiannya pada berbagai keterampilan dasar konseling dan teknik-teknik konseling menurut berbagai metode/pendekatan konseling.

    4
    Target Pembaca
    Cavanagh mengklaim bahwa kedalaman buku ini dapat disesuaikahn dengan wawasan dan pengalaman pembacanya, sehingga cukup sederhana untuk dipahami oleh pemula tetapi juga cukup menantang bagi konselor profesional. Dengan kata lain, sesungguhnya buku ini dimaksudkan untuk pembaca lanjut tetapi tidak sulit untuk dipahami oleh pembaca pemula.
    Buku Geldard lebih dimaksudkan untuk pemula atau konselor baru. Jadi, buku ini akan baik dipelajari sebelum membaca buku Cavanagh.

    Labels:

    :)

    Anda ingin mencari artikel lain? Silakan isi formulir pencarian di bawah ini. :)
    Google
  • Kembali ke DAFTAR ISI