DOCTYPE html PUBLIC "-//W3C//DTD XHTML 1.0 Strict//EN" "http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-strict.dtd"> Didi Tarsidi: Counseling, Blindness and Inclusive Education: Asesmen Penglihatan
  • HOME


  • Guestbook -- Buku Tamu



    Anda adalah pengunjung ke

    Silakan isi Buku Tamu Saya. Terima kasih banyak.
  • Lihat Buku Tamu


  • Comment

    Jika anda ingin meninggalkan pesan atau komentar,
    atau ingin mengajukan pertanyaan yang memerlukan respon saya,
    silakan klik
  • Komentar dan Pertanyaan Anda




  • Contents

    Untuk menampilkan daftar lengkap isi blog ini, silakan klik
  • Contents -- Daftar Isi




  • Izin

    Anda boleh mengutip artikel-artikel di blog ini asalkan anda mencantumkan nama penulisnya dan alamat blog ini sebagai sumber referensi.


    06 June 2008

    Asesmen Penglihatan

    Mason, H. (1999). “Assessment of Vision”. In: Mason, H. & McCall, S. (Eds.). (1999, pp.51-64). Visual Impairment: Access to Education for Children and Young People. London: David Fulton Publishers.

    Diterjemahkan oleh Didi Tarsidi
    Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

    Pendahuluan
    Dalam bab ini akan dijelaskan perbedaan antara ketajaman penglihatan (visual acuity) dan penglihatan fungsional (functional vision), dan akan dibahas cara-cara melakukan asesmen terhadap penglihatan seorang anak. Pembaca juga akan diajak untuk waspada terhadap beberapa indikasi ketunanetraan yang paling jelas.

    Indikasi Ketunanetraan

    Sebagian besar masalah penglihatan yang parah didapat pada saat kelahiran atau dalam waktu beberapa bulan pertama kehidupan. Dalam beberapa kasus masalah penglihatan itu diidentifikasi di rumah sakit bersalin oleh petugas kesehatan, tetapi dalam kasus-kasus lainnya orang tualah yang pertama-tama menyadari adanya masalah dengan mata bayinya itu. Bila sudah ada kecurigaan bahwa seorang anak mungkin mengalami gangguan penglihatan, dokter anak atau dokter keluarga akan merujuk anak itu ke dokter spesialis mata. Kelainan mata tertentu baru teridentifikasi ketika anak masuk sekolah, yang terungkap melalui pemeriksaan kesehatan rutin di sekolah atau karena adanya indikasi dalam perilaku anak atau pencapaian akademiknya yang menyadarkan guru tentang adanya kemungkinan kesulitan penglihatan pada diri anak. Jose (1983) dan Mason (1995) mengemukakan beberapa indikasi ketunanetraan yang dapat diamati di dalam kelas sebagai berikut.

    1. Tampilan Mata
    Mata yang normal bening dan lurus, dan bergerak bersama-sama dan menatap secara mantap.
    Gejala-gejala abnormalitas mencakup:
    - meradang, keruh, merah atau berair;
    - kelopak mata layu, bengkak atau kaku;
    - sering timbilan;
    - juling (mata sering tampak silang, satu mata mengarah ke dalam atau ke luar, pandangan kedua mata tidak tampak lurus, terutama bila anak letih);
    - gerakan mata yang tidak umum, termasuk gerakan cepat tak sadar pada kedua mata, baik gerakan horizontal ataupun vertikal, yang dalam istilah medis disebut "nystagmus");
    - sering mengedipkan atau menggosok-gosok mata dan tampak tidak nyaman dalam cahaya terang, mata terasa "berdebu";
    - cornea tampak buram.

    2. Indikasi Lain tentang Ketunanetraan
    Pengamatan terhadap perilaku umum anak dapat memberikan bukti yang dapat menunjukkan adanya kelainan penglihatan:
    - gerakan kepala bukannya gerakan mata pada saat membaca;
    - jarak membaca yang terlalu dekat atau terlalu jauh;
    - postur yang buruk pada saat duduk, kaku atau bungkuk atau bergerak terus;
    - menatap ke samping bila sedang berkonsentrasi pada suatu tugas visual;
    - sering mengerutkan dahi atau meringis;
    - sering mengeluh pusing, sakit kepala atau merasa tidak nyaman pada mata;
    - gerakan yang kaku, menabrak benda-benda dengan samping tubuhnya atau kakinya;
    - sangat berhati-hati pada saat menuruni tangga;
    - merasa gamang bila berada pada ketinggian;
    - tersandung atau menabrak benda-benda;
    - keseimbangan buruk;
    - enggan turut dalam kegiatan bermain di halaman;
    - tidak menjawab pertanyaan atau suruhan kalau tidak disebut namanya (sering dikira tidak sopan atau tidak kooperatif);
    - memalingkan kepalanya untuk menggunakan satu mata saja atau menutupi satu matanya;
    - tubuhnya tegang apabila membaca atau memandang benda yang jauh.

    3. Tanda-tanda dalam Hasil Pekerjaan Sekolah
    Gejala-gejala berikut ini harus dicermati secara berhati-hati karena beberapa di antaranya dijumpai juga pada banyak anak yang berpenglihatan normal, tetapi gejala-gejala ini dapat dicurigai sebagai tanda-tanda kelainan atau tidak stabilnya penglihatan anak:
    - kualitas hasil pekerjaan yang inkonsisten atau bervariasi dalam jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikannya;
    - luar biasa letih selama atau sesudah mengerjakan suatu tugas visual;
    - semakin buruk dalam tampilan membacanya sesudah berlangsung lama;
    - perhatiannya atau konsentrasinya tidak dapat bertahan lama, terutama bila kegiatan didemonstrasikan di seberang ruangan;
    - sering gagal dalam melakukan kegiatan yang membutuhkan koordinasi mata-tangan yang halus;
    - ingin sangat dekat ke TV atau monitor komputer;
    - sering membuat kesalahan dalam membaca dan menulis - terbalik atau terlewati;
    - mengalami kesulitan dalam membaca kata-kata yang panjang;
    - bingung dalam membaca huruf-huruf tertentu, misalnya "cl: tertukar dengan "d", "m" tertukar dengan "n";
    - menuliskan huruf-huruf dan kata-kata serta mengatur spasinya secara tidak wajar;
    - tulisan sangat kecil dan miring, kurang menghiraukan baris-baris;
    - bentuk huruf kurang tepat atau huruf-huruf dituliskan dengan urutan yang salah;
    - sulit membaca kembali tulisan sendiri;
    - mengalami kesulitan menyalin dengan benar dari papan tulis atau bahkan juga dari buku teks atau sumber-sumber lain;
    - meningkatnya kesenjangan antara pemahaman dan skor kecepatan dan ketepatan membaca bila diuji dengan tes standar seperti the Neale Analysis of Reading Ability;
    - sangat lambat dalam membaca, menggunakan jari sebagai penunjuk tempat dan untuk menuntun gerakan mata;
    - selalu kehilangan tempat bila membaca;
    - kesulitan mencari informasi pada suatu halaman, misalnya bila menggunakan kamus atau menafsirkan grafik;
    - resah dan kurang berminat terhadap kegiatan yang menuntut penglihatan dekat untuk waktu lama;
    - kesulitan dalam membaca lembar kerja yang berkualitas buruk atau dalam memproses informasi yang tidak disajikan secara linear;
    - pekerjaan tertulis yang tidak mencerminkan kemampuan lisan.
    Tanpa memandang usia anak, sangat penting bahwa setiap kecurigaan tentang adanya kelainan penglihatan ditelaah secara seksama.

    Asesmen Ketajaman Penglihatan (Visual Acuity)

    Pada bagian ini akan dibahas berbagai cara melakukan asesmen penglihatan. Terdapat dua jenis utama asesmen, yaitu asesmen yang mengukur jumlah sisa penglihatan yang masih dimiliki anak, dan asesmen yang mengukur penglihatan fungsional, yaitu untuk mengetahui seberapa baik anak dapat menggunakan sisa penglihatan yang masih dimilikinya itu.
    Ketajaman penglihatan dapat digambarkan sebagai:
    - kemampuan untuk membedakan rincian-rincian halus berkekontrasan tinggi dari kejauhan;
    - kemampuan mata untuk membedakan bermacam-macam bentuk;
    - ketajaman dan kejelasan penglihatan.

    Asesmen penglihatan yang lengkap biasanya mencakup:
    1. tes penglihatan jauh;
    2. tes penglihatan dekat;
    3. tes bidang pandang untuk mengetahui apakah bidang pandangnya penuh atau terbatas;
    4. tes penglihatan warna untuk mengetahui apakah anak dapat mengenali warna dan menyebutkan namanya;
    5. tes kepekaan terhadap kekontrasan untuk mengetahui seberapa besar kekontrasan berdampak pada cara anak menggunakan penglihatannya;
    6. asesmen keberfungsian penglihatan, untuk mengetahui bagaimana kemampuan anak menggunakan penglihatannya untuk hal-hal yang spesifik.
    Dalam tiga tes pertama di atas, masing-masing mata biasanya dites secara terpisah, dan kemudian kedua mata dites bersama-sama. Ketajaman penglihatan binokuler biasanya sedikit lebih baik daripada penglihatan monokuler, dan bila kurang baik dapat merupakan indikasi adanya masalah. Penglihatan jauh dan penglihatan dekat biasanya dites dengan ataupun tanpa alat bantu penglihatan seperti kaca mata yang dipakai anak.
    Lea Hyvarinen, yang terkenal dengan upayanya untuk menciptakan alat yang tepat untuk mengukur ketajaman penglihatan bagi anak, berpendapat bahwa bila mengetes anak, lebih baik mulai dengan pengetesan penglihatan dekat, karena ini akan memungkinkan anak untuk mengenal prosedur pengetesan dan simbol-simbolnya.
    Salah satu masalah yang dihadapi optalmolog pada saat melakukan asesmen klinis terhadap anak kecil adalah bahwa banyak di antara alat-alat tes itu dibuat dengan asumsi bahwa anak mampu bekerjasama secara verbal. Akan tetapi, gambaran tentang penglihatan anak dapat diperoleh melalui tiga cara:
    - tes penglihatan obyektif yang merangsang dan mencatat berbagai refleks di mana anak tidak berpartisipasi secara aktif, seperti reaksi pupil mata terhadap cahaya, respon elektrik dari cerebral cortex;
    - tes penglihatan subyektif yang menuntut respon aktif tertentu dari anak, misalnya menjodohkan atau membandingkan;
    - pengamatan terhadap perilaku anak yang spesifik ataupun non-spesifik, seperti kinerjanya dalam mengerjakan tugas-tugas di sekolah maupun di rumah. Ini biasanya melibatkan kerjasama dari berbagai pihak termasuk orang tua, guru atau pengasuh, yang tidak harus berorientasi medis.

    Tes Obyektif

    Tanpa bergantung pada partisipasi dari anak, optalmolog dapat menarik kesimpulan tentang penglihatan anak dari hal-hal berikut:
    * Tampilan mata dan bagian belakang mata.
    * Posisi dan gerakan mata, seperti adanya nystagmus atau sering timbilan, atau postur kepala atau tatapan yang tidak normal.
    * Refleks kedipan.
    * Perubahan bentuk atau besarnya pupil bila cahaya disorotkan ke matanya.
    * Reaksi anak terhadap alat tes OKN (optokinetic nystagmus). Gerakan mata yang tersentak-sentak (nystagmus) dapat dihasilkan dengan memutar silinder di hadapan mata anak, pada silinder tersebut terdapat garis-garis vertikal atau titik-titik yang tidak beraturan.
    * Respon terhadap pemeriksaan elektrofisiologis di mana pengiriman informasi visual dari fotoreseptor di visual cortex menimbulkan respon elektrik yang dapat diukur. Terdapat dua cara utama pemeriksaan:
    ERG (electroretinogram), yaitu pemeriksaan terhadap perubahan-perubahan elektrik yang dihasilkan di dalam retina;
    VEP (visually evoked potential), yang mengukur respon elektrik dari visual cortex di otak terhadap berbagai sumber cahaya.
    Dapat kita lihat bahwa tes-tes di atas memerlukan penafsiran ahli, dan bahwa tes-tes itu memberikan informasi tentang persyaratan mendasar yang memungkinkan orang melihat. Tes-tes tersebut dapat memberikan informasi tentang keberfungsian refleks-refleks penglihatan atau keberfungsian visual cortex, tetapi tidak dapat memberikan informasi tentang bagaimana otak menafsirkan informasi yang telah diterima.

    Tes Penglihatan Subyektif

    Ini adalah asesmen penglihatan yang menuntut anak untuk menggunakan keterampilan pendengaran, gerak, bicara dan bahasanya, untuk memahami dan memberikan respon terhadap berbagai instruksi. Tes ini mungkin kurang tepat untuk anak yang juga menyandang kecacatan fisik atau kognitif yang parah. Tes ini biasanya dilaksanakan oleh petugas medis tetapi dapat juga dilaksanakan oleh guru yang terlatih bagi tunanetra.
    Untuk tes jenis ini, ada baiknya (kadang-kadang bahkan diperlukan) dua orang yang melakukannya; satu orang mencatat informasi yang diperoleh dan satu lagi menyajikan tes tersebut kepada anak. Mungkin baik juga bila video dipergunakan untuk merekam respon anak agar hasilnya dapat dipergunakan sebagai informasi dasar untuk dibandingkan dengan hasil tes berikutnya.
    Dalam semua prosedur di atas, tester harus benar-benar mengenal setiap aspek tes dan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk melaksanakannya. Tes Penglihatan Jauh bagi Anak

    Tes Snellen
    Cara yang paling umum untuk mengukur penglihatan jauh adalah dengan menggunakan tes Snellen yang terdiri dari huruf-huruf atau angka-angka atau gambar-gambar yang disusun berbaris-baris berdasarkan ukuran besarnya (lihat Gambar 6.1).
    Setiap baris huruf pada tabel Snellen ini dapat dikenali dari jarak tertentu oleh orang yang berpenglihatan normal, misalnya dari jarak 60, 36, 24, 18, 12, 9 atau 6 meter. Anak berdiri 6 meter dari tabel itu, dan jika dia dapat membaca tabel itu sejauh baris yang berisi huruf-huruf untuk jarak 6 meter, maka itu berarti bahwa ketajaman penglihatannya adalah 6/6 atau "normal". Jika dia dapat membaca hanya sejauh baris yang berisi huruf-huruf untuk jarak 24 meter, maka ketajaman penglihatannya adalah 6/24. Angka yang di atas (pembilang) selalu menunjukkan jarak dari tabel, dan angka bawah (penyebut) menunjukkan jarak mata normal dapat membaca huruf-huruf itu. Dengan kata lain, bila penglihatan jauh seorang anak adalah 6/24, ini berarti bahwa huruf-huruf yang dapat dibaca oleh mata normal dari jarak 24 meter hanya dapat dibaca dari jarak 6 meter oleh anak itu. Bilangan ini tidak menunjukkan pecahan dari penglihatan normal. Dan bukan sesuatu yang luar biasa jika kedua belah mata mempunyai penglihatan jauh yang sangat berbeda, misalnya 6/6 dan 6/24.
    Jika anak tidak dapat membaca baris untuk 60 meter (huruf paling atas pada tabel) dari jarak 6 meter, ini berarti bahwa penglihatannya kurang dari 6/60, dan tes dilakukan lagi dari jarak yang lebih dekat. Jika anak itu dapat membaca huruf yang di atas ini dari jarak 3 meter, maka ketajaman penglihatannya dicatat sebagai 3/60, tetapi jika dia hanya dapat membacanya dari jarak 1 meter, maka ketajaman penglihatannya adalah 1/60. Bila penglihatannya kurang dari 1/60, kadang-kadang penglihatan anak itu ditentukan berdasarkan kemampuannya untuk menghitung jari dari jarak yang berbeda-beda antara 15 cm dan 1 meter. Jika anak itu juga tidak mampu melakukannya, maka penglihatannya dapat dicatat sebagai PL, LP atau LPO, yang merupakan variasi dari "perception of light only" (hanya persepsi cahaya).

    Beberapa Definisi
    Terminologi sulit untuk dihindari bila berbicara tentang ketajaman penglihatan, dan istilah yang sama dapat ditafsirkan secara berbeda dari satu negara ke negara lain. Akan tetapi, definisi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini sudah diterima secara meluas.

    Tabel 6.1: Klasifikasi Ketajaman Penglihatan
    Table with 4 rows and 2 columns
    Ketajaman Penglihatan Klasifikasi WHO
    6/6 hingga 6/18 Normal vision (penglihatan normal)
    <6/18 hingga >3/60 (kurang dari 6/18 tetapi lebih baik atau sama dengan 3/60) Low vision (kurang awas)
    <3/60 Blind (buta)
    Table end

    Gambar 6.1: Snellen chart.

    Tes STYCAR
    The Sheridan Test for Young Children and Retardates (STYCAR) terdiri dari serangkaian asesmen bagi anak yang mengungkapkan informasi mengenai:
    - perkiraan ketajaman penglihatannya;
    - bidang pandangnya;
    - persepsinya tentang bentuk.

    Tiga sub-tes dipergunakan untuk mengumpulkan informasi: tes mainan miniatur, tes bola, dan tes huruf. Tes mainan miniatur terdiri dari dua perangkat mainan dengan ketinggian 2 inci yang terdiri dari mobil, pesawat terbang, boneka, kursi, pisau, garpu, dan sendok; dua perangkat mainan dengan ketinggian 3 1/4 inci yang terdiri dari pisau, garpu dan sendok; dan sebuah boneka dengan ketinggian 5 inci. Mainan-mainan ini disajikan kepada anak dari jarak tertentu yang berbeda-beda, mulai dari 3 meter. Kemampuan anak untuk menjodohkan dan mengenali barang-barang itu dicatat.
    Tes bola Sheridan dipergunakan untuk mengukur ketajaman penglihatan anak dan bidang pandangnya, dan dapat dilaksanakan dengan dua cara: dengan menggelindingkan bola atau dengan memberi tangkai pada bola itu. Dalam tes bola gelinding, bola berwarna putih dengan bermacam-macam ukuran besarnya digelindingkan di atas permukaan berwarna hitam di antara dua orang. Perilaku visual anak itu, yang duduk pada jarak tertentu dari kegiatan itu, diamati. Anak dapat diikutsertakan dalam "permainan" itu dengan disuruh memungut bola dan menaruhnya ke dalam sebuah ember.
    Dalam tes bola lainnya, salah seorang pengetes berdiri di belakang layar gelap dan menggerak-gerakkan bola putih (yang diberi tangkai) dari berbagai posisi dari tepi ke tengah-tengah layar. Satu variasi lainnya adalah pengetes berdiri di belakang anak dan menggerakkan bola ke depan dari berbagai arah.
    Dalam kedua cara di atas, pengamat memperhatikan pada titik mana dari bidang pandangnya anak itu melihat bola. Tes ini dapat dipergunakan terhadap anak dengan usia mental 6 8 bulan ke atas.
    Tes huruf Sheridan terdiri dari huruf-huruf abjad simetris terbuat dari plastik putih (misalnya A, O, H) yang harus dijodohkan oleh anak dengan huruf-huruf pada kartu. Anak tidak dituntut untuk menyebutkan nama huruf-huruf itu, hanya mengidentifikasi bentuknya dengan menunjuknya.

    Tes BUST (Persepsi Bentuk/Ketajaman Penglihatan)
    Ini adalah tes dari Swedia untuk persepsi bentuk dan ketajaman penglihatan, dan dapat dipergunakan terhadap anak yang usia mentalnya antara 18 bulan hingga 7 tahun. Terdapat tiga sub-tes (atau seri) yang terdiri dari gambar benda-benda atau bentuk-bentuk pada kartu permainan. Seri pertama terdiri dari sembilan gambar dengan ukuran besar yang berbeda-beda: cangkir, bunga, roda, dan jam; sedangkan seri kedua terdiri dari gambar kaca mata, gunting, sendok dan garpu. Benda-benda yang sesungguhnya juga dipergunakan menyertai kartu-kartu ini. Seri ketiga terdiri dari kartu dengan jumlah yang sama (juga dengan ukuran besar yang berbeda-beda) yang menggambarkan: cincin, bujur sangkar, apel dan rumah. Terdapat berbagai cara menggunakan kartu-kartu dan benda-benda ini, dan tujuannya adalah membuat kegiatan menjodohkan menjadi permainan. Tugas-tugas di dalam permainan tersebut dapat ditingkatkan kesulitannya misalnya anak dapat disuruh memilih antara gambar-gambar kecil yang sangat mirip (gunting/sisir; roda/jam). Pengamat yang terlatih dapat memperoleh informasi tentang tingkat ketajaman penglihatan anak dengan menggunakan materi ini.

    Tes Gambar Kay
    Tes ini terdiri dari satu seri gambar yang menggambarkan bentuk benda-benda yang sudah dikenal anak, misalnya kereta api, burung, sepatu atau ikan, dengan bermacam-macam ukuran yang mirip dengan ukuran huruf untuk jarak 60 meter hingga 6 meter pada Snellen chart.

    Sonksen Silver Acuity System (SSAS)
    SSAS dirancang untuk melakukan asesmen ketajaman penglihatan terhadap anak usia dua setengah tahun. Sistem ini menggunakan huruf-huruf yang ditayangkan secara linear (O, X, H, T, U dan V) dalam sebuah buku kecil. Anak harus menjodohkan huruf-huruf itu dengan kartu kunci. Tes ini biasanya dilaksanakan dari jarak 3 meter atau 6 meter. Tayangan lima huruf terkecil yang dapat diidentifikasi oleh anak memberikan indikasi tentang ketajaman penglihatannya, baik secara monokuler ataupun binokuler. Ini merupakan tes yang cepat dan telah banyak digunakan dengan hasil yang sangat baik terhadap anak-anak kecil (Salt et al., 1995).

    Tes Penglihatan Dekat bagi Anak-anak

    Ketajaman penglihatan dekat adalah penglihatan yang dipergunakan untuk tugas-tugas seperti membaca, menulis dan jenis-jenis pekerjaan "dekat" lainnya. Pengetesan penglihatan dekat biasanya dilakukan dengan menyuruh anak membaca tulisan dengan bermacam-macam ukuran. Setiap ukuran tulisan diberi nomor N; semakin besar nomor N-nya semakin besar pula ukuran tulisan itu. N5 adalah ukuran terkecil; anak-anak tunanetra tertentu akan menggunakan tulisan berukuran N60. Ukuran tulisan berikut jarak membacanya (dalam sentimeter) dicatat, misalnya "N5 pada jarak 25 cm" (lihat Gambar 6.2).
    Sebagaimana halnya dengan pengukuran ketajaman penglihatan jauh, terdapat beberapa cara melakukan asesmen terhadap penglihatan dekat anak kecil. Misalnya, dengan menggunakan Tes Gambar Kay, BUST-LH dan Tes Baca McClure, yang ukurannya maupun usia bacanya bermacam-macam. Tes ini sangat penting karena hasilnya akan memungkinkan optometris memberikan advis tentang ukuran tulisan yang dibutuhkan oleh anak itu untuk kegiatan belajarnya serta alat bantu low vision (lihat Bab 7) yang tepat.



    Gambar 6.2: Contoh N Print Test

    Mengetes Bidang pandang

    Bidang pandang adalah luasnya daerah yang dapat dilihat oleh seseorang dari semua bagian matanya bila dia melihat lurus ke depan. Beberapa kondisi tertentu, misalnya retinitis pigmentosa, dapat mengakibatkan sangat sempitnya bidang pandang (seperti penglihatan cerobong - tunnel vision), atau kondisi-kondisi lainnya dapat mengakibatkan "scotoma" yaitu berkurangnya kepekaan dan keberfungsian bagian-bagian retina. Mengidap scotoma dapat dibandingkan dengan melihat sebuah gambar yang satu bagiannya hilang. Bidang pandang dapat dipetakan sehingga dapat dibandingkan dengan penglihatan yang normal; misalnya, lihat Gambar 6.3).

    Gambar 6.3: Bidang Pandang

    Tes Persepsi Warna

    Kehilangan penglihatan warna yang paling umum adalah pada bagian merah/hijau dari spektrum warna, dan biasanya diwariskan, dengan lebih banyak laki-laki (9%,) yang terkena daripada perempuan (1%). Menurut Hyvarinen dan Lindstedt (1981), signifikansi klinis praktis dari jenis defisiensi penglihatan warna yang tidak rumit ini pada seorang anak yang sehat tidak begitu besar. Akan tetapi, jenis-jenis kebutaan warna lainnya, yang mencakup defisiensi biru/kuning, dapat merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosis ketunanetraan. Guru perlu memahami hakikat setiap bentuk kehilangan penglihatan warna untuk melakukan adaptasi kurikulum yang diperlukan bagi anak. Pengetahuan tentang jenis defisiensi warna itu penting dalam merancang materi yang cocok untuk melatih sisa penglihatan anak.

    Terdapat beberapa tes yang dipergunakan untuk mengetes penglihatan warna tetapi yang paling dikenal oleh guru mungkin adalah tes Ishihara, yang terdiri dari gambar "warna semu" (pseudo isochromatic plate). Di dalam gambar ini terdapat angka atau simbol yang dituliskan di atas latar titik-titik warna. Mata normal dapat melihat angka atau simbol tersebut, tetapi anak yang buta warna tidak akan dapat melihatnya atau akan menafsirkannya secara salah. Tes ini tidak akan mendeteksi defisiensi warna biru/kuning.
    Jenis tes lainnya menuntut subyek menjodohkan berbagai corak warna atau menyusunnya berdasarkan urutan kepekatannya. Dua contoh tes jenis ini adalah Farnsworth Munsell 100 Hue Test, yang cocok dipergunakan untuk anak usia enam tahun, dan City University Colour Vision Test. Ketiga tes tersebut tidak sepenuhnya reliabel untuk anak penyandang ketunanetraan berat.
    Satu tes yang lebih mutakhir, yaitu PV 16 Quantitative Vision Test (Hyvarinen, 1995b) dapat dipergunakan untuk anak kecil maupun orang dewasa. Dalam banyak segi, tes ini serupa dengan tes Farnsworth tetapi memiliki beberapa aspek diagnostik yang unik.

    Kepekaan terhadap Kekontrasan

    Telah ditemukan bahwa orang-orang tertentu yang tampaknya memiliki ketajaman penglihatan normal bila diases dengan menggunakan Snellen chart tradisional, dalam keadaan tertentu penglihatannya itu ternyata tidak dapat berfungsi dengan baik. Orang-orang ini terutama tidak memberikan respon yang baik terhadap frekuensi sedang dan rendah dalam tes kepekaan kekontrasan. Dalam prakteknya ini berarti bahwa mereka tidak akan dapat membaca dengan mudah kecuali bila tulisannya sangat hitam di atas latar putih dalam kondisi cahaya yang baik. Rendahnya kepekaan terhadap kekontrasan dapat juga berdampak negatif terhadap kemampuan orientasi dan mobilitas terutama dalam kondisi cahaya yang buruk. Sebagaimana dikemukakan oleh Hyvarinen (1995b), untuk banyak fungsi sehari-hari, kemampuan mempersepsi kekontrasan itu penting. Dalam komunikasi, misalnya, mimik dan roman wajah biasanya rendah kekontrasannya. Karena komunikasi visual antara orang tua dan anak selama bulan-bulan pertama kehidupannya itu sangat penting, Hyvarinen mengemukakan bahwa rentang penglihatan di mana bayi dapat merespon terhadap informasi mimik dengan kekontrasan rendah itu sebaiknya terus dievaluasi. Satu cara melakukan hal ini adalah dengan menggunakan "Hiding Heidi" Low Contrast Face Test yang dirancang oleh Hyvarinen.

    Pengamatan Perilaku untuk Menentukan Keberfungsian Penglihatan
    Kita dapat memperoleh gambaran tentang ketajaman penglihatan anak dengan menggunakan cara-cara yang telah digambarkan di atas, tetapi yang lebih penting adalah mengetahui seberapa baik anak itu dapat memanfaatkan sisa penglihatannya dalam kinerjanya sehari-hari. Penggunaan penglihatan seperti ini dikenal dengan istilah "keberfungsian penglihatan" (visual functioning). Dua orang anak yang tidak mengalami kesulitan belajar atau kesulitan tambahan lainnya, tetapi memiliki jenis kondisi mata dan ketajaman penglihatan yang persis sama (misalnya 3/60), mungkin akan sangat berbeda dalam keberfungsiannya. Anak pertama mungkin bersemangat untuk mengunakan penglihatannya dan menunjukkan keterampilan orientasi dan mobilitas yang baik; sedangkan anak lainnya mungkin berpenampilan seperti anak yang tidak memiliki penglihatan sama sekali.
    Keeffe (1995) mengemukakan daftar faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seberapa baik seseorang dapat melihat dan mengenali obyek-obyek:
    - apakah obyek-obyek itu sudah dikenalnya atau asing baginya;
    - jarak obyek-obyek itu;
    - besarnya obyek-obyek itu;
    - apakah obyek-obyek itu rumit atau sederhana;
    - tingkat pencahayaan pada obyek itu;
    - kekontrasannya dengan latar belakangnya;
    - warna obyek itu;
    - apakah obyek itu diam atau bergerak;
    - seberapa mudah mendapatkan obyek itu;
    - posisi obyek itu;
    - waktu yang tersedia untuk melihatnya.
    Sangat penting untuk menyadari rentang keberfungsian penglihatan kelompok anak yang menyandang kesulitan tambahan. Menurut Barraga (1983), keberfungsian penglihatan pada dasarnya terkait dengan perkembangan: semakin banyak pengalaman visual yang dimiliki anak, maka akan semakin banyak rangsangan yang diterima oleh jalur penglihatan ke otaknya, dan akan semakin besar pula akumulasi jenis citra dan ingatan visualnya. Sangat penting untuk memiliki pemahaman yang jelas mengenai tingkat keberfungsian anak tunanetra pada saat ini dan untuk menyadari bahwa keberfungsiannya itu dapat ditingkatkan melalui latihan.
    Asesmen terhadap penglihatan fungsional ini biasanya dilakukan oleh guru yang berkualifikasi untuk mengajar anak tunanetra. Guru itu akan menghimpun informasi dari berbagai pihak, termasuk dari anak itu sendiri, sehubungan dengan keberfungsian penglihatan anak itu.

    Untuk membantu mengases keterampilan visual anak, guru dapat mempergunakan alat-alat asesmen komersial seperti Look and Think (Chapman et al., 1989), Vision for Doing (Aitken & Buultjens, 1992) jika anak menyandang kesulitan tambahan.
    Guru akan melakukan penelaahan yang seksama terhadap kekuatan dan kelemahan anak dalam caranya menggunakan sisa penglihatannya, dan mencatat hal-hal berikut:
    - preferensi anak dalam hal kondisi cahaya dan posisinya di dalam kelas, dan untuk kegiatan-kegiatan tertentu, misalnya menonton TV, mengamati peragaan guru, menggunakan komputer;
    - akses ke informasi yang tertulis pada papan tulis;
    - mobilitas di tempat yang sudah dikenalnya maupun di tempat baru, dan kemampuannya untuk beradaptasi terhadap perubahan kondisi cahaya;
    - ukuran dan kekontrasan tulisan yang lebih disukainya;
    - kemampuannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan praktek, misalnya dalam praktikum IPA;
    - kemampuan untuk berpartisipasi dalam bidang-bidang kurikulum lainnya seperti dalam kegiatan olahraga - apakah anak aktif ambil bagian dalam semua kegiatan tim dan perorangan?
    - kecepatan kerja - jumlah pekerjaan yang tidak terselesaikan merupakan indikator yang dapat dipergunakan;
    - keterampilan pengorganisasian diri, misalnya apakah anak sering sekali kehilangan barang-barang miliknya?
    - kemampuan dan kemauan untuk menggunakan alat bantu low vision yang diresepkan baginya, seperti CCTV, alat magnifikasi genggam.

    Pengamatan lainnya dapat mencakup:
    - tingkat kemandirian;
    - integrasi sosial di dalam maupun di luar kelas.

    Di samping itu, anak juga harus diobservasi dan diases dalam keterampilan "persepsi visual"nya yang meliputi:
    - menemukan dan menatap suatu obyek cukup lama untuk mengenalinya;
    - mengikuti gerakan obyek, mengamati dengan matanya, dan mengalihkan tatapan dari satu obyek ke obyek lainnya;
    - membeda-bedakan obyek, misalnya mengenali obyek dari bentuk garis luarnya;
    - mengidentifikasi pola-pola, misalnya mengenali pola simetris dan non-simetris atau menjodohkan fitur-fitur yang identik seperti angka-angka dan huruf-huruf;
    - koordinasi tangan-mata, misalnya kegiatan menelusuri seperti dalam permainan menelusuri jaringan jalan yang ruwet;
    - mengidentifikasi mimik dan isyarat tubuh.

    Pengamatan tersebut serta hasil profilnya harus mencakup perkembangan sosial, kognitif dan intelektual anak. Profil itu juga harus berisi informasi mengenai lingkungan kerja yang cocok bagi anak itu, rekomendasi tentang adaptasi yang dibutuhkannya, dan latihan yang diperlukan dalam bidang-bidang kurikulum khusus, seperti keterampilan orientasi dan mobilitas atau keterampilan mengetik, yang akan memudahkan aksesnya ke kurikulum umum. Laporan itu juga akan berisi saran-saran tentang kegiatan-kegiatan spesifik yang akan membantu meningkatkan keterampilan persepsi visualnya yang belum berkembang, serta tindak lanjut terhadap saran-saran yang diberikan oleh dokter spesialis mata sehubungan dengan penggunaan alat-alat bantu low vision. Jika informasi ini akan dimasukkan ke dalam pernyataan tentang Kebutuhan Pendidikan Khusus anak, di England dan Wales pernyataan tersebut harus ditulis oleh seorang guru yang berkualifikasi mengajar anak tunanetra atau berkonsultasi dengan guru tersebut. (Lihat Bab 2 Pasal 7 (5) dari 1994 Regulations, Department For Education (DfE), 1994.)

    Kesimpulan

    Pengukuran penglihatan seorang anak hanya mengungkapkan sebagian saja dari cara dia "melihat". Bagaimana anak itu menggunakan penglihatannya di dalam dan di luar kelas merupakan faktor yang sangat penting dalam kinerja pendidikannya. Dua orang anak dengan kondisi penglihatan yang sama dan kondisi mata yang sama mungkin akan sangat berbeda dalam keberfungsiannya. Praktek pengajaran yang baik akan memanfaatkan semua informasi yang tersedia untuk menjamin akses anak ke kurikulum, dan akan mengakui bahwa dengan latihan, keterampilan persepsi visualnya dapat ditingkatkan.

    Catatan: Untuk gambar, silakan anda lihat buku aslinya.

    Labels:

    :)

    Anda ingin mencari artikel lain? Silakan isi formulir pencarian di bawah ini. :)
    Google
  • Kembali ke DAFTAR ISI